Ilmu Sosial Dasar
Mata kuliah ini bertujuan untuk menopang keahlian mahasiswa dalam disiplin ilmunya selain itu dengan adanya pendidikan keahlian yang dilakukan pada mata kuliah Ilmu Sosial Dasar ( ISD ) tersebut memiliki tujuan untuk mengembangkan keahlian mahasiswa dalam bidang atau disiplin ilmunya.
Pendidikan umum atau wajib yang diterapkan oleh Universtias maupun Institut atau lebih dikenal dengan Mata Kuliah Dasar Umum ( MKDU ) ini, terdiri dari beberapa mata kuliah , yaitu :
1) Agama,
2) Kewarganegaraan,
3) Pancasila,
4) Kewiraan,
5) IBD dan
6) ISD.
Nah, disini kita akan membahas yang nomor 6 ( ISD) . Ilmu sosial dasar adalah salah satu mata kuliah dasar umum yang merupakan mata kuliah wajib yang diberikan di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Mata kuliah ini memiliki tujuan yang semata-mata sebagai salah satu usaha yang diharapkan dapat memberikan bekal kepada mahasiswa untuk dapat peduli terhadap masalah – masalah sosial yang terjadi dilingkungan dan dapat memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial dasar. Hal ini bdapat dilakukan dengan cara :
1. Secara khusus mata kuliah dasar umum bertujuan untuk menghasilkan warga Negara sarjana yang berjiwa pancasila sehingga segala keputusan serta tindakannya mencerminkan pengamalan nilai-nilai pancasila dan memiliki integritas kepribadian yang tinggi, yang mendahulukan kepentingan nasional dan kemanusiaan sebagai sarjana Indonesia.
2. Taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agamanya dan memiliki toleransi terhadap pemeluk agama lain.
3. Memiliki wawasan komprehensif dan pendekatan integral didalam menyikapi permasalahan kehidupan baik sosial, politik maupun pertahanan keamanan.
4. Memiliki wawasan budaya yang luas tentang kehidupan bermasyarakat dan secara bersama-sama mampu berperan serta meingkatkan kualitasnya, maupun lingkungan alamiahnya dan secara bersama-sama berperan serta didalam pelestariannya.
Latar belakang diberikannya mata kuliah Ilmu Sosial Dasar dalam perkuliahan adalah karena, banyaknya kritik yang ditujukan pada sistem pendidikan kita oleh sejumlah para cendikiawan, terutama sarjana pendidikan, sosial dan kebudayaan. Mereka menganggap sistem pendidikan kita berbau kolonial, dan masih merupakan warisan sistem pendidikan Pemerintah Belanda, yaitu kelanjutan dari politik balas budi yang dianjurkan oleh Conrad Theodhore van Deventer. Sistem ini bertujuan menghasilkan tenaga-tenaga terampil untuk menjadi “tukang-tukang” yang mengisi birokrasi mereka di bidang administrasi, perdagangan, teknik dan keahlian lain, dengan tujuan ekspoitasi kekayaan Negara.
Ternyata sekarang masih dirasakan banyaknya tenaga ahli yang berpengetahuan keahlian khusus dan mendalam, sehingga wawasannya sempit. Padahal sumbangan pemikiran dan adanya komunikasi ilmiah antara disiplin ilmu diperlukan dalam memecahkan berbagai masalah sosial masyarakat yang demikian kompleks. Hal lain, sistem pendidikan kita menjadi sesuatu yang “elite” bagi masyarakat kita sendiri, kurang akrab dengan lingkungan masyarakat, tidak mengenali dimensi – dimensi lain di luar disiplin ilmu yang dimilikinya. Perguruan tinggi seolah-olah menara gading yang banyak menghasilkan sarjana-sarjana “tukang” tidak mau dan peka terhadap denyut kehidupan, kebutuhan, serta perkembangan masyarakat.
Pendidikan tinggi diharapkan dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang memiliki seperangkat pengetahuan yang terdiri atas :
a. Kemampuan akademis
Kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan analisis, maupun berpikir logis, kritis, sitematis, dan analitis, memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi, serta mampu menawarkan alternative pemecahannya
b. Kemampuan professional
Kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan. Dengan kemampuan ini, para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.
c. Kemampuan personal
Kemampuan dalam bidang kepribadian. Dengan kemampuan ini para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan sikap, dan tingkah laku, dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan, serta memiliki pandangan yang luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Dengan seperangkat kemampuan yang dimilikinya maka lulusan perguruan tinggi diharapkan dapat menjadi sarjana yang cakap, ahli dalam bidang yang ditekuninya serta mau dan mampu mengabdikan keahliannya untuk kepentingan masyarakat Indonesia dan umat manusia pada umumnya.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa, Ilmu Sosial Dasar ( ISD ) adalah suatu ilmu yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep - konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap, persepsi, penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosial dapat ditingkatkan lagi sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungan sosialnya dapat menjadi lebih besar, memperoleh wawasan pemikiran yang lebih luas, dan memiliki kepribadian yang diharapkan dari setiap anggota golongan terpelajar Indonesia, khususnya berkenaan dengan sikap tingkah laku manusia dalam menghadapi manusia-manusia lainnya, serta sikap dan tingkah laku manusia dalam menghadapi manusia lain terhadap manusia yang bersangkutan.
Kamis, 23 Desember 2010
Mbah Maridjan
Mbah Maridjan |
Raden Ngabehi Surakso Hargo atau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Maridjan yang memiliki nama asli Mas Penewu Surakso Hargo ini lahir pada 5 Februari 1927 di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, menikah dengan Ponirah (73). Pasangan ini dikaruniai 10 orang anak (lima di antaranya telah meninggal), 11 cucu, dan 6 orang cicit.
Ia diangkat menjadi abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta pada tahun 1970 oleh mendiang Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diberi nama baru, yaitu Mas Penewu Surakso Hargo. Awalnya, jabatan Mbah Maridjan adalah wakil juru kunci dengan pangkat Mantri Juru Kunci , mendampingi ayahnya yang menjabat sebagai juru kunci Gunung Merapi. Jabatan sebagai juru kunci, ia sandang sejak tahun 1982.
Tempat tinggal Mbah Maridjan dalam kenangan
Seribu pertanyaan dari publik tentang keberadaan Mbah Maridjan terjawab sudah. Juru kunci Gunung Merapi itu ikut gugur di pangkuan gunung penebar kesuburan itu. Amanah Sultan HB IX untuk menjaga gunung paling berbahaya di Indonesia itu, selesai sudah.
Nama Mbah Mardijan melambung seiring dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi, Yogyakarta, pada 2006 lalu. Mbah Maridjan terkenal karena sebagai juru kunci Gunung Merapi, dia tidak mau mematuhi perintah untuk turun gunung oleh Sultan Hamengkubuwono X. Akibatnya, mata dunia pun terbelalak pada sosok renta yang sangat sederhana ini.
Pada tanggal 26 Oktober 2010, gunung Merapi kembali meletus disertai awan panas setinggi 1,5 kilometer. Gulungan awan panas tersebut meluncur turun melewati kawasan tempat mbah Maridjan bermukim. Jasad Mbah Maridjan ditemukan beberapa jam kemudian oleh tim SAR bersama dengan 16 orang lainnya telah meninggal dunia, umumnya kondisi korban yang ditemukan mengalami luka bakar serius.
Satu dari 4 jenazah yang belum teridentifikasi, diduga Mbah Maridjan. Ini didasarkan pada ciri-ciri seperti, dia mengenakan sarung, baju batik, dan ditemukan di rumah Mbah Maridjan.
Inilah Detik-Detik Akhir Kematian Mbah Marijan :
Selasa, 26 Oktober 2010
Pukul: 17.00, Mbah Marijan sedang berada di rumahnya. Saat itu, dia didatangi dua tamu yang membujuk agar bersedia turun. Tapi, Mbah Marijan tetap tidak mau meninggalkan rumah.
Pukul: 17.10, Terdengar gemuruh dari lereng Merapi. Setelah itu, terlihat warna merah di atas Merapi.
Pukul: 17.15-19.00, Perkiraan waktu selama awan panas (wedhus gembel) meluncur dari atas Merapi dan menyapu kampung Mbah Marijan di Kinahrejo. Ketika awan panas meluncur, Mbah Marijan diduga sedang salat Magrib di dalam kamar pribadinya. Diduga, ketika sedang bersujud, tubuhnya dihantam awan panas hingga nyawanya melayang.
Pukul: 21.00-24.00, Tim evakuasi tiba di Kinahrejo untuk mencari korban, termasuk mencari kejelasan nasib Mbah Marijan. Tapi, hingga pukul 00.00, Mbah Marijan tak ditemukan. Sempat beredar kabar Mbah Marijan selamat tapi dalam kondisi lemas.
Rabu, 27 Oktober 2010
Pukul: 06.30, Para relawan dari tim SAR dan PMI menemukan jasad di kamar pribadi Mbah Marijan. Jasad itu sedang bersujud. Dari pakaian yang tersisa, diyakini bahwa jasad itu adalah Mbah Marijan. Dan berikut adalah foto Mbah Maridjan (83) yang ketika ditemukan dalam posisi sedang sujud di atas sajadah mengarah kiblat di dalam kamar rumahnya,
Kini, sosok sederhana dan rendah hati ini telah tiada. Wdhus gembel dari Merapi menghampirinya dan membawanya pergi untuk selamanya. Mbah Maridjan menepati janjinya kepada Sultan HB IX untuk terus menjaga Merapi sampai akhir hayat.
Selamat jalan Mbah, di mata kami, sampeyan tetap roso !!!
Langganan:
Postingan (Atom)